TUGAS
PENGANTAR
BIOTEKNOLOGI
ISOLASI PLASMID DNA BAKTERI (E. coli)
DAN PCR (Polymerase Chain Reacion)
Oleh
:
KELOMPOK 1
1.
|
AHMAD
HIJUL MUBIN
|
(B1D 212
013)
|
2.
|
ABDUL WARISIN
|
(B1D 012 004)
|
3.
|
AHMAD TURMUZI
|
(B1D 012
021)
|
4.
|
AHMAD REZA JATNIKA
|
(B1D 212
016)
|
5.
|
A. RAHMAN
|
(B1D 012
003)
|
6..
|
AHMAD FURQON IRYANTO
|
(B1D 012
012)
|
7.
|
AKBAR HARTANTYO
|
(B1D 012
022)
|
8.
|
AHMAD RIFA’I
|
(B1D 012
023)
|
9.
|
AFIEK
FAHMI AYATULLAH
|
(B1D 012
008)
|
10.
|
AHMAD KELANA WIJAYA
|
(B1D 012
015)
|
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS
MATARAM
MATARAM
2013
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum W.W
Segala
Puji bagi Allah, tuhan semesta alam yang telah memberikan kesempatan dalam
menyelsaikan laporan praktikum pengantar bioteknologi dalam mengamati isolasi
plasmid dan PCR (Polyerase Chain Reaction).
Sehingga kita dapat mengetahui bagaimana prosedure isolasi dan cara PCR ketika
kita ingin melakukan pengamatan mengenai hubungannya dengan DNA maupun yang
berkaitan dengan DNA.
Dunia mikrobiologi dewasa ini merupakan
bidang yang sangat urgensi menopang kemajuan zaman dimana pada saat ini bidang
kedokteran, maupun sampai dunia peternakan terkena imbas dari kemajuannya.
Dalam bidang peternakan sangat beragam sekali penggunaan bioteknologi seperti
yang kita ketahui bersama sejak terciptanya si Dolly kembar siam merupakan
menggemparnya dunia bioteknologi yang semakin banyak dikenal oleh orang secara
luas.
Sebenarnya sejak zaman klasik
bioteknologi sudah biasa digunakan dalam keseharian namun tidak membahas begitu
dalam hanya sampai tingkat organisme. Tetapi pada bioteknologi modern saat ini
sudah membahas kepada mikromolekul seperti materi genetik (DNA). Itu cukup
mengabarkan kepada kita bahwa seharusnyalah kita harus memperdalam kajian dalam
pengantar bioteknologi ini yang merupakan langkah awal dari permulaan untuk
terjun dalam bidang biologi molekuler.
Mataram,
14 Desember 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
|
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
ACARA
I ISOLASI PLASMID ( Bakteri E. coli )
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2. Tujuan
Dan Kegunaan........................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
BAB III MATERI DAN METODE
3.1.
Materi Praktikum................................................................................................ 8
3.2.
Metode Praktikum.............................................................................................. 8
3.2.
Tempat dan Tanggal Praktikum.......................................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Praktikum................................................................................................... 10
4.2.
Pembahasan......................................................................................................... 10
BAB V PENUTUP
5.1.
Simpulan............................................................................................................. 15
5.2.
Saran................................................................................................................... 15
ACARA
II PCR (Polymerase Chain Reaction)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang.................................................................................................... 16
1.2. Tujuan
Dan Kegunaan........................................................................................ 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 19
BAB III MATERI DAN METODE
3.1.
Materi Praktikum................................................................................................
22
3.2.
Metode Praktikum..............................................................................................
22
3.3.
Tempat dan Tanggal Praktikum.......................................................................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Praktikum................................................................................................... 24
4.2.
Pembahasan......................................................................................................... 24
BAB V PENUTUP
5.1.
Simpulan............................................................................................................. 28
5.2.
Saran................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ACARA I
ISOLASI PLASMID DNA
BAKTERI
(Echercia Coli)
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rekayasa genetika merupakan salah satu ilmu terapan dalam
merekayasa materi genetik untuk kepentingan manusia. Obyek rekayasa
genetika mencakup hampir semua golonganorganisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah,
hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Rekayasa genetika sudah digunakan dalam
berbagai bidang kehidupan yaitu bidangkedokteran dan farmasi, ilmu
pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan danperikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk
mengembangkan bidang masing-masing. Rekayasa genetika sendiri merupakan
teknikn untuk memodifikasi DNA(sebagai substansi kimiawi dalam kromosom yang
bertanggung jawab atas pewarisan sifat)untuk menghasilkan produk-produk baru
yang memiliki kombinas sifat yang diinginkan (Chang, 2009).
Teknik yang digunakan dalam merekayasa suatu DNA adalah DNA
rekombinan. DNA rekombinan adalah penyambungan molekul DNA yang satu
dengan molekul DNA yang lainnya. DNA rekombinan merupakan gabungan antara DNA
vektor dan DNA asing yang merupakan gen target. Gen yang terdapat di dalam DNA
asing dimasukkan dalam suatu DNA vektor atau biasa disebut DNA plasmid (Brown,
2010).
Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang dapat
bereplikasi secara autonom dan bisa
ditemukan pada sel hidup (Royston 1972). Di dalam satu sel, dapat ditemukan
lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi namun semua
plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel tersebut
(Royston 1972). Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat
bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan
kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang (Royston, 1972).
Plasmid telah diproduksi secara komersil oleh sejumlah
perusahaan untuk digunakan sebagai vektor kloning (Gregory & Funnell 2004). Agar
dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus memiliki beberapa kriteria,
yaitu berukuran kecil, relatif memiliki jumlah salinan yang tinggi (high
copy number), memiliki gen
penanda seleksi dan gen
pelapor,
serta memiliki situs pemotongan enzim restriksi untu memudahkan penyisipan DNA ke dalam
vektor plasmid (Gregory & Funnell, 2004).
Keberadaan plasmid
merupakan hal terpenting dalam teknik DNA rekombinan. Keberhasilan suatu teknik
DNA rekombinan tergantung dari hasil mengisolasi dan memurnikan DNA plasmid
dari bakteri atau yeast. Pemurnian DNA plasmid dilakukan untuk
menghilangkan berbagai pengotor-pengotor yang berasal dari bagian sel yaitu
dinding sel dan beberapa protein (Sambrook et.al..
2006). Pada praktikum ini DNA plasmid diisolasi dari bakteriEscherichia coli,
sehingga dengan dilakukannya pengisolasian dan pemurnian DNA plasmid diharapkan
dapat memaksimalkan hasil DNA rekombinan dan rekayasa genetik dapat tercapai.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
1.2.1. Tujuan
Praktikum
Dari rangkaian
praktikum ini ada beberapa kegunaan diantaranya yaitu ;
1) Mahasiswa
dapat mengetahui prosedure dalam melakukan isolasi plasmid DNA.
2) Mahasiswa
dapat mengetahui hal yang harus dipersiapkan ketika melaksanakan kegiatan praktikum.
3) Mahasiswa
bisa mendapat bekal dalam penelitian yang berkaitan dengan isolasi DNA yang
berkelanjutan.
4) Dapat
mengetahui dengan jelas mengenai isolasi DNA secara mendalam.
1.2.2. Kegunaan
Praktikum
Dari tujuan diatas
dapat kita tarik beberapa kegunaan yang bisa kita aplikasikan, yakni :
1) Mahasiswa
bisa melakukan prosedure dalam penelitian yang kaitannya dengan isolasi DNA.
2) Mahasiswa
bisa memperispakan apa yang harus dilengkapi ketika sedang melakukan
penelitian.
3) Dalam
jangka panjang mahasiswa menjadi bekal dalam proses yang berkelanjutan ketika
akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan isolasi DNA.
4) Mahasiswa
bisa menguasai pengamatan mengena isolasi DNA secara mendalam.
2.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Plasmid merupakan
salah satu vektor pembawa
molekul DNA di dalam proses rekayasa DNA melalui
teknologi DNA rekombinan. Plasmid
banyak sekali digunakan
dalam pengklonan DNA, karena relatif mudah dalam penanganannya. Plasmid adalah
molekul DNA utas ganda sirkuler (tidak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di dalam
sitoplasma dan dapat melakukan
replikasi secara autonom (Suharsono
dan Widyastuti, 2006).
Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan plasmid
dapat digunakan sebagai wahana (vektor) kloning, antara lain adalah : a). plasmid
mempunyai ukuran molekul yang kecil sehingga DNA nya lebih mudah diisolasi dan dimanipulasi;
b). DNA nya berbentuk sirkuler sehingga DNA akan lebih stabil selama diisolasi secara kimia; c). mempunyai titik
ori (origin of replication) sehingga
dapat memperbanyak diri (bereplikasi) di dalam sel inang
secara otonomi; d). mempunyai
jumlah kopi yang banyak (multiple
copy) sehingga
terdapat di dalam sel dalam jumlah banyak dan membuat
DNA lebih mudah diamplifikasi; e). mempunyai penanda seleksi, yakni gen ketahanan
terhadap antibiotik tertentu sehingga lebih memudahkan
dalam mendeteksi plasmid yang membawa gen tertentu
(Brock, et al., 1994).
Secara garis besar isolasi
plasmid terdiri dari tiga tahapan
kegiatan, yaitu tahap kultivasi dan harvesting,
tahap lisis dan tahap pemurnian DNA plasmid.
Kultivasi yaitu memberikam kesempatan bagi
bakteri untuk memperbanyak diri sehingga pada
saat pemanenan didapatkan plasmid
dalam jumlah yang banyak. Lisis (pemecahan dinding sel), membran sel bakteri tersusun
atas membran luar dan membran
dalam, membran luar terdiri atas lipopolisakarida, protein,
fosfolipid, lipoprotein, dan peptidoglikan
sedangkan
membran dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang juga terintegrasi protein di dalamnya (Saunders and Parkers, 1999). Secara kimia lisis dinding sel dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (ethilendiamin tetraasetat), dan SDS (sodium
dodesil sulfat). Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara mengikat
magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel
maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang merupakan
sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Ini semua
menyebabkan sel menjadi
lisis. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat
perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida
(DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan
phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform
(membersihkan
protein dan polisakarida dari larutan).
Etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA (Muladno, 2002).
Spektrofotometer
Jumlah DNA dicerminkan
berat molekul bukan oleh volume. Untuk mengetahui jumlah DNA, maka DNA hasil isolasi
harus dianalisis dengan
spektrofotometer UV dengan
panjang gelombang 256 nm
(260 nm). Kualitas
DNA yang berhubungan
dengan kemurnian terhadap kontaminan protein dapat dilihat dari perbandingan
absorbansi suspensi DNA pada panjang gelombang 260 nm terhadap 280 nm. Rasio OD260/OD280 antara 1,8-2,0 mencerminkan DNA yang
relatif murni dan terbebas
dari kontaminan protein. Nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dapat dikonversikan menjadi konsentrasi, yaitu nilai 1 pada OD260 = 50 ug DNA utas ganda tiap ml (Suharsono dan
Widyastuti, 2006)
Elektroforesis
Dalam kegiatan
biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk
PCR. DNA dapat dilihat secara langsung dan dapat ditentukan ukurannya berdasarkan migrasinya pada gel agarose maupun gel poliakrilamid. Migrasi DNA dalam gel disebut sebagai
elektroforesis. Untuk dapat divisualisasikan, maka DNA yang terdapat di gel diwarnai dengan ethidium
bromida (EtBr), kemudian
dilihat di atas sinar ultra violet. Ethidium bromida dapat menangkap
sinar ultra violet sehingga
pendaran sinar UV ini dapat terlihat. Ethidium mengikat molekul DNA,
sehingga
molekul DNA dapat terlihat ketika dilihat
di atas sinar ultra violet. DNA
merupakan molekul bermuatan
negatif, sehingga bila diletakkan dalam
medan listrik, DNA akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan
migrasi ditentukan oleh : i) ukuran molekul DNA; ii) prosentase/kerapatan gel yang dilalui DNA; iii) arus listrik yang diberikan untuk memigrasikan molekul DNA. Semakin kecil ukurannya DNA akan semakin cepat migrasi DNA. Semakin
rapat media yang digunakan, semakin tinggi prosentasenya,
maka semakin lambat DNA bermigrasi.
Semakin besar arus yang diberikan, maka semakin cepat DNA bermigrasi.
Gel elektroforesis
digunakan untuk memisahkan
fragmen DNA berdasarkan
ukurannya. Dimana jika sentrifugasi berarti memisahkan molekul menggunakan kekuatan gravitasi sementara
gel elektroforesis berarti memisahkan molekul dengan menggunakan
kekuatan elektrik. Gel elektroforesis mengambil keuntungan bahwa,
sebagai asam organik, DNA bermuatan
negatif. Ketika diletakkan di dalam medan listrik,
molekul DNA menuju ke kutub positif
(anoda) dan menjauhi kutub
negatif (katoda).
Sebelum
dilakukan elektroforesis, suspensi DNA terlebih
dahulu harus
ditambahkan loading buffer (dye), yang berfungsi untuk i) menambah
densitas, sehingga DNA akan selalu berada di dasar sumur; ii) pewarna
untuk memudahkan meletakkan sampel DNA ke dalam sumur, iii) agar dapat bergerak
ke arah anoda dengan laju yang dapat diperkirakan sehingga dapat digunakan sebagai tanda migrasi DNA. Pewarna yang biasa digunakan adalah bromophenol blue dan xylene cyanol. Selain itu, pembacaan pita DNA
di dalam gel yang telah diwarnai dengan ethidium bromida di atas lampu UV yang
dibandingkan dengan DNA standar juga sering dilakukan untuk menganalisis
kuantitas jumlah DNA (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Restriksi
Enzim restriksi endonuklease (enzim restriksi) mengenali urutan
nukleotida spesifik dan memotong DNA pada posisi di antara atau di luar sekuen yang dikenalinya
tersebut. Enzim ini telah ditemukan
lebih dari 30 tahun yang lalu sehubungan
dengan fenomena pemotongan yang spesifik terhadap
bakteri inang dan modifikasi oleh virus bakteri.
Bakteri pada mulanya
tahan terhadap infeksi virus karena bakteri memiliki sistem pertahanan
dengan merusak molekul DNA asing yang masuk ke dalam selnya.
Enzim restriksi yang berhasil dimurnikan pertama kali adalah EcoRI dan EcoRII
dari Escherichia coli, dan HindII dan HindIII dari Haemophilis influenza. Enzim-enzim tersebut diketahui memotong
DNA pada urutan basa tertentu yang spesifik, yang menghasilkan fragmen-fragmen seukuran gen yang dapat disambungkan
kembali. Para peneliti dengan cepat segera
mengetahui bahwa enzim restriksi
merupakan alat biologis baru yang dapat digunakan
untuk mempelajari organisasi,
fungsi, dan ekspresi gen.
Enzim restriksi
melindungi bakteri dari infeksi virus. Enzim ini berperan dalam sistem imun pada mikroorganisme. Jika bakteri E. coli yang tidak memiliki enzim restriksi diinfeksi virus, maka sebagian besar partikel
virus mampu menyebabkan infeksi. Namun, jika bakteri E. coli memiliki enzim restriksi, kemungkinan infeksi virus akan menurun.
Enzim restriksi
biasanya terdapat
dalam kombinasi dengan enzim pemodifikasi
lain yang melindungi DNA-nya sendiri dari pemotongan,
misalnya DNA-metil transferase (dnmt). Dnmt akan memetilasi basa DNA pada tiap untai sehingga sekuen yang dikenali
oleh enzim restriksi tidak akan terpotong.
Secara umum, enzim restriksi
dapat dibedakan ke dalam 3 tipe, berdasarkan pada komposisi sub unit, posisi pemotongan, spesifisitas sekuen DNA, dan
perlu tidaknya kofaktor. Enzim-enzim tipe I merupakan enzim yang kompleks,
multisubunit, kombinasi antara restriksi dan pemodifikasi
yang memotong DNA pada area random yang jauh dari
sisi pengenalan. Enzim tipe I secara biokimia
mungkin banyak berfungsi di dalam sel,
tetapi mereka kurang menguntungkan untuk digunakan dalam percobaan di laboratorium. Enzim tipe II memotong DNA pada posisi
tertentu yang dekat atau berada di antara sekuen yang dikenalnya. Enzim tipe II menghasilkan fragmen-fragmen tertentu dengan pola
pita-pita yang spesifik pada gel agarosa. Enzim
tipe inilah yang dipakai untuk berbagai percobaan dalam analisis DNA dan kloning gen. Enzim tipe III juga merupakan
kombinasi restriksi dan enzim pemodifikasi. Enzim ini memotong
DNA di luar sekuen
yang dikenal dan memerlukan 2 sekuen yang sama pada orientasi yang berlawanan pada untai
DNA yang sama untuk dapat memotong. Enzim-enzim ini jarang menghasilkan potongan yang sempurna.
Ada beberapa
faktor kunci yang harus diperhatikan
untuk melakukan pemotongan
dengan enzim restriksi (enzyme digestion).
Di antaranya adalah: gunakan jumlah DNA, enzim, dan buffer yang benar dalam volume reaksi total yang sesuai. Satu unit enzim restriksi akan memotong
1 ug
DNA secara sempurna dalam 50 ul reaksi selama 1 jam.
Rasio enzim : DNA : volume reaksi ini dapat digunakan
sebagai pedoman dalam menentukan reaksi. Meskipun
demikian, sebagian
besar peneliti mengikuti
pedoman umum reaksi digesti di mana 10 kali over-digesti direkomendasikan untuk mengatasi variasi dalam sumber,
jumlah dan kemurnian DNA. DNA harus terbebas dari kontaminan seperti fenol, kloroform, alkohol,
EDTA, deterjen (SDS) atau garam yang berlebih. Metilasi DNA dapat mengakibatkan
penghambatan digesti dengan enzim tertentu.
DNA plasmid superkoil dan DNA yang terikat gel agarose pada umumnya memerlukan lebih dari 1 unit/ug untuk dapat terpotong
sempurna.
Enzim restriksi
merupakan enzim yang tidak stabil.
Oleh karena itu, sebaiknya
disimpan pada suhu -20°C untuk sebagian
besar enzim. Beberapa enzim perlu disimpan pada -70°C.
Enzim ini harus
tetap disimpan di dalam es ketika dikeluarkan dari freezer
dan harus selalu menjadi komponen
yang ditambahkan terakhir pada campuran reaksi. Selain stabilitas, harga enzim restriksi pun mahal. Campur reaksi dengan baik dengan
cara pemipetan atau menggoyang tabung reaksi. Sentrifus dengan cepat
selama beberapa detik
jika ada cairan
yang menempel di dinding
tabung.
Untuk menghentikan
reaksi enzim, dapat dilakukan penambahan stopper reagent yang mengandung SDS-EDTA.
Pemetaan Plasmid
Menurut Brown (1991) dan Glick and Pasternak
(1994), dalam menyusun peta restriksi harus dilakukan suatu rangkaian digesti restriksi. Jumlah dan ukuran fragmen yang dihasilkan oleh
tiap-tiap endonuklease
restriksi harus ditentukan
dengan elektroforesis gel,
kemudian dibandingkan dengan ukuran marka. Hasil
yang didapat harus didukung oleh hasil rangkaian digesti
ganda, yaitu DNA dipotong dengan
dua enzim restriksi secara bersamaan.
Pembandingan hasil digesti tunggal dan digesti ganda akan
memungkinkan pemetaan banyak tempat
restriksi.
3. BAB III
MATERI DAN METODE
3.1.Materi
praktikum
3.1.1. Alat-alat
praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum yaitu :
1) Mikro pipet
2) Mesin vortex
3) Mesin sentrifugasi (sentrifius)
4) Tabung ependorf
5) Gloves (sarung tangan)
3.1.2. Bahan Praktikum
Adapun bahan - bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu :
Larutan I
|
Larutan II
|
Larutan III
|
50 mM glucose
|
0.2
N NaOH (harus fresh)
|
5
M potassium acetate 60 ml
|
25 mM Tris-Cl (pH 8.0)
|
1
% SDS
|
Acetic
acid glacial 11.5 ml
|
10 mM EDTA (pH 8.0)
|
|
H2O
28.5 ml
|
3.2. Metode Praktikum
Adapun
metode yang digunakan dalam praktikum isolasi plasmid DNA Bakteri E. coli yaitu antara lain :
1. Resusupensikan pellet dengan 100 µl
larutan I dingin. Campur merata dengan menggunakan vortex,diulang selama 3x
2. Tambahkan 200µl larutan II.Campur
dengan merata dengan cara membolak balik tabung dengan cepat beberapa kali
(jangan menggunakan vortex!)
3. Tambahkan 150µl larutan III
dingin.Vortex selama beberapa detik kemudian balikkan posisi tabung (inverted) selama
10 detik. Kembalikan tabung keposisi semula dan simpan dalam es selama 3-5
menit.
4. Lakukan sentrifugasi (12,000 rpm)
selama 5 menit pada suhu 4ºc ,setelah sentrifugasi ,ambil supernatan dan
pindahkan ke tabung lain.
5. Tambahkan phenol:chloroform dengan
perbandingan volume 1:1 dengan jumlah supernatant yang diperoleh ,misalkan
volume supernatant yang diperoleh adalah 300 µl.
6. Campur dengan merata dengan
menggunakan vortex kemudian kemudian lakukan sentrifugasi (12,000 rpm) selama 2
menit pada suhu 4ºc.
7. Setelah sentrifugasi, ambil
supernatant dan pindahkan ke dalam tabung lain.
8. Tambahkan etanol (2x volume
supernatant ) untuk memperesipitasikan DNA.Campur dengan vortex, kemudian
biarkan pada suhu kamar selama 2 menit.
9. Lakukan sentrifugasi 12,000 rpm
selama 5 menit pada suhu 4ºc.
10. Buang supernatant perlahan lahan ,balikkan
tabung dan biarkan kering udara selama beberapa menit.
11. Bilas DNA pellet dengan ethanol 70%
(dingin) kemudian sentrifugasi seperti cara no 9.
12. Buang supernatant, balikkan tabung
dan biarkan kering udara selama 10 menit.
13. Resuspensi DNA dengan 25 µl buffer
TE(Ph 8.0)
3.1.Tempat dan Tanggal Praktikum
3.1.1. Tempat Praktikum
Adapun tempat
praktikum Pengantar Bioteknologi dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
3.1.2. Tanggal Praktikum
Adapun tanggal dilaksanakan praktikum Pengantar Bioteknologi ini pada hari Selasa, 10 Desember 2013.
Adapun tanggal dilaksanakan praktikum Pengantar Bioteknologi ini pada hari Selasa, 10 Desember 2013.
4. BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Praktikum
4.1.1. Gambar
hasil isolasi
Suppernatan
|
Pellet
|
Gambar
4.1. Hasil Isolasi Plasmid DNA
Dari
gambar diata telah bisa kita lihat pada Gambar 4.1 ada dua bagian setelah kita
melakukan isolasi Plasmid DNA yang terlihat disana ada bagian yang terlihat
bening dimana disanalah tempat DNA yang kita butuhkan larut. Dan ada yang
berwarna ptih berwarna kekuningan merupakan dinding sel yang telah terjadi
perusakan dari larutah fenol:chloroform dan bisa terekstraksi DNA dari bakteri
itu sendiri.
4.2.
Pembahasan
Praktikum yang berjudul “Isolasi DNA
Plasmid” ini bertujuan untuk mengisolasi
DNA plasmid dari bakteri Escherchia coli. Bakteri yang digunakan untuk
diambil plasmidnya adalah bakteri Escherchia coli dikarenakan:
1.
Mudah didapatkan.
2.
Menghasilkan
keturunan yang banyak dalam waktu yang singkat.
3.
Memiliki jumlah plasmid yang banyak.
Beberapa teknik dapat digunakan
untuk merusak sel Escherchia coli, untuk melepaskan molekul DNA plasmid.
Metode yang digunakan pada isolasi DNA plasmid ini adalah metode alkali lisis
atau lisis basa. Lisis basa adalah perusakan sel pada pH tinggi dengan NaOH dan
SDS (sodium Duodenyl Sulfat), diikuti dengan pelepasan dan denaturasi DNA
genomik (gDNA), material dinding sel, dan kebanyakan protein seluler. Meskipun
DNA plasmid super coil juga terpengaruh karena rusaknya ikatan
hidrogen akibat promosi basa, jika pH dijaga di bawah 12,5 pasangan basa
terjaga dari pemisahan sempurna untai komplementer. Basa-basa berperan sebagai nuclei
untuk renaturasi sempurna molekul DNA plasmid selama tahap netralisasi.
Jika lisis sel dilakukan pada pH di
atas 12,5, atau jika pH ekstrim dalam larutan, pasangan basa plasmid dapat
lepas dan terjadi denaturasi, membentuk pDNA single stranded. Setelah
tahap lisis, larutan dinetralisasi dengan kalium asetat, yang mengendapkan SDS
bersama-sama dengan gDNA terdenaturasi dan debris seluler. Pengerjaan berbeda
dapat menghilangkan material tidak larut ini, sedangkan mayoritas pDNA tinggal
dalam supernatan. Selama manipulasi, harus dijaga supaya tidak terjadi
pemutusan gDNA membentuk fragmen-fragmen kecil yang tidak akan membentuk
agregat.
Langkah pertama yang dilakukan
adalah mengambil 8 ml bakteri dalam kultur cair yang telah dipersiapkan dengan
menggunakan mikropipet dan memasukkannya ke dalam tabung eppendorf 15 ml.
Kemudian mengendapkan bakteri dengan microsentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm
selam 10 menit sehingga terbentuk pelet dan supernatan. Prinsip-prinsip dari sentrifugasi adalah dengan memisahkan molekul
berdasarkan ukuran dan berat molekul. Sampel yang disentrifugasi dengan
kecepatan tinggi dan gaya sentrifugal menyebabkan komponen yang lebih besar dan
lebih berat akan terendap di dasar tabung yang biasa disebut dengan pellet,
sedangkan molekul yang ukuran dan beratnya lebih kecil akan berada pada lapisan
yang atas yang biasa disebut dengan supernatan. Dalam hal ini, sel bakteri Escherchia
coli akan berada pada pellet sehingga
kita mengambil pelletnya dan
membuang bagian supernatan. Setelah itu menambahkan larutan A yang berisi Tris-HCl dan EDTA
untuk mensuspensi pelet sampai larut dengan cara divortex. Di sini penmabahan larutan A akan membuat berat molekul sel menjadi lebih
besar sehingga nantinya akan terendap sebagai pellet setelah disentrifuge. EDTA dapat berfungsi sebagai
penghambat DNAse yang dapat mendenaturasi DNA dan sebagai pengkhelat magnesium
yang berperan dalam merusak stabilitas membran plasma sehingga membran plasma
menjadi tidak stabil. Selain itu Tris-HCl menjaga
pH larutan sehingga DNA tetap terjaga pada pH nya.
Langkah selanjutnya adalah
menambahkan 2 ml larutan B (NaOH dan SDS) ke dalam campuran pelet dan larutan A
lalu dibolak-balik 4-6 kali. Penambahan larutan B ini bertujuan untuk
melisiskan dinding sel bakteri di mana SDS
berfungsi untuk menghancurkan membran sel dan mendenaturasi protein serta NaOH
untuk mendenaturasi DNA genomik (kromosomal) dan mulai menghidrolisis RNA.
Sehingga DNA kromosomal akan kehilangan bentuknya setelah terdenaturasi dan
yang dapat diperoleh setelah proses ini kemungkinan besar adalah DNA plasmid.
Berikutnya kami menambahkan larutan
C yang berisi kalium asetat sebanyak 2 ml. Penambahan kalium asetat akan
menyebabkan renaturasi plasmid, mengendapnya single stranded DNA karena
molekulnya yang besar dan tidak dapat larut dalam larutan dengan kadar garam
tinggi serta pembentukan KDS yang tidak larut sehingga SDS dapat dengan mudah
terbuang. Penambahan juga berfungsi untuk menetralkan pH sehingga DNA plasmid
tidak rusak. Setelah itu disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm. Setelah
penambahan larutan netralisasi ini dihindari penggunaaan vortex atau
sentrifugasi yang berlebihan karena akan ikut menyebabkan DNA kromosomal yang
mungkin masih ada akan menjadi lebih kecil sehingga akan terlarut pada
supernatan yang berisi DNA plasmid. Jadi, pada akhir tahap isolasi ini bagian
yang diambil adalah supernatan yang mengandung DNA plasmid dan membuang pellet yang
mengandung debris molekuler. Supernatan diambil sebanyak 4 ml kemudian
didiamkan selam 1 malam.
Dari hasil percobaan, setelah ditambahkan larutan A, larutan B, dan larutan
c ternyata hanya diperoleh sedikit pellet dan supernatant tampak keruh. Hal ini
mungkin terjadi karena debris molekul tidak semuanya mengendap sebagai pellet
namun masih tercampur dalam supernatan bersama plasmid sehingga supernatan
tampak keruh. Tidak mengendapnya semua debris molekul mungkin disebabkan pada
saat penambahan larutan A sebagai larutan suspensi, EDTA yang berfungsi sebagai penghambat DNAse yang dapat mendenaturasi DNA dan sebagai
pengkhelat magnesium yang berperan dalam merusak stabilitas membran plasma
sehingga membran plasma menjadi tidak stabil belum bereaksi secara optimal. Selain itu Tris-HCl yang berfungsi menjaga pH larutan sehingga DNA tetap terjaga pada pH
nya juga belum bereaksi optimal. Akibatnya, Tidak
semua debris molekul dapat terendapkan sesuai ukuran dan berat molekulnya dan
mencemari supernatan sehingga tampak keruh. Hal ini dapat juga disebabkan oleh
kurang berfungsinya larutan B dalam melisiskan dinding sel bakteri sehingga
tidak semua dinding dan sitoplasma dapat dirusak. Atau mungkin pula ketika
mengambil kultur bakteri atau ketika menambahkan larutan, baik
larutan A maupun larutan B, tip menyentuh dinding tabung sehingga plasmid
terkontaminasi zat-zat pengotor. Dapat pula saat pengambilan kutur bakteri,
ketika pengambilan pellet ternyata supernatan juga ikut terambil sehingga
menyebabkan setelah penambahan larutan A, larutan B, dan larutan C, pellet
sedikit dan supernatant menjadi keruh.
Pada tahap presipitasi kami
menambahkan ± 0,1 vol NaOAc dan ± 2,5 vol larutan ethanol 0,4 ml SodAc (Sodium
Asetat) dan 10 ml larutan ethanol absolut dingin ke dalam 4 ml supernatan yang
telah didiamkan selama 1 malam. Penambahan ethanol absolut berguna untuk
mengendapkan plasmid karena perbedaan polaritas. Ethanol yang ditambahkan harus
dingin agar lebih banyak lagi DNA plasmid yang mengendap. Prinsip pengendapan
dengan menggunakan ethanol absolut
dingin yaitu : Saat penambahan garam yaitu Sod Asetat yang berfungsi sebagai neutralize
charge pada gula fosfat DNA, maka ion-ion seperti kation Na+
akan menyelimuti rantai DNA yang bermuatan negatif. Jika di dalam air, gaya
elektrostatik antara ion + (Na+) dan - (DNA)
masih lemah karena sebagian rantai DNA masih berikatan dengan air atau dapat
dikatakan air punya konstanta dielektrik yang tinggi. Sehingga penambahan
pelarut organik seperti ethanol dapat menurunkan konstanta dielektrik tersebut
atau memperbanyak ikatan DNA dengan Na+ sehingga membuat DNA lebih
mudah terpresipitasi.
Setelah penambahan ini, maka
supernatan di dalam kedua larutan tersebut dimasukkan ke dalam freezer selama
kurang lebih 1 jam. Tahap akhir dari presipitasi adalah sentrifuge supernatan
beserta campurannya dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Hasil yang
diperoleh adalah pelet yang mengandung DNA plasmid dan supernatan yang
mengandung larutan NaOAc dan ethanol absolut. Sehingga, yang diambil pada tahap
ini adalah bagian pellet dan yang
dibuang adalah bagian supernatan.
Saat tahap presipitasi dilakukan ternyata didapatkan endapan/gumpalan putih
yang merupakan protein menurutb keterangan dosen pembimbing. Hal ini juga
mungkin berkaitan dengan langkah sebelumnya, atau mungkin saat pengambilan
supernatan setelah penambahan larutan A, larutan B, dzan larutan C, pellet ikut
terambil sehingga didapatkan plasmid yang sangat tidak murni.
Tahap terakhir adalah tahap pembilasan DNA plasmid yang diperoleh
dengan cara menambahkan 2 ml ethanol 70 % . Tujuannya yaitu untuk membersihkan
sisa-sisa larutan yang digunakan untuk mengendapkan plasmid sebelumnya sehingga
dapat diperoleh plasmid yang murni. Kemudian membuang etanol 70 % dan membalik
botol konikel di atas tissue sampai kering selama ± 5 menit. Setelah itu,
menambahkan 50 mikrolit dH2O pada DNA plasmid dengan menyedot dan
menyemprotkan kembali sebanyak ± 6 kali dengan mikropipet tip warna kuning
sampai bercampur. Langkah terakhir, memipet larutan dengan mikropipet tip warna
kuning dan memasukannya ke dalam botol eppendorf kemudian dimasukkan ke dalam
freezer.
Plasmid hasil isolasi kali ini sangat buruk karena terdapat gumpalan putih
yang merupakan protein sehingga kesulitan saat pemindahan dari tabung konikel
ke tabung eppendorf menggunakan tip warna kuning yang sangat kecil. Sehingga,
pada praktiknya, pemindahan plasmid oleh praktikan kemudian digunakan tip warna
biru yang diameternya lebih besar. Namun, murni atau tidaknya plasmid hasil
isolasi belum dapat diketahui sebelum dilakukan proses lebih lanjut, melalui
proses running.
5. BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Dari praktikum pengantar bioteknologi
isolasi plasmid DNA bakteri E. coli ini
antara lain yaitu :
1) Dari
hasil praktikum ini kita bisa menghasilkan supernatan dimana supernatan itu ada
DNA yang kita amati larut di dalamnya.
2) Dari
proses ini memiliki tahap-tahap untuk melakukan isolasi yaitu kita harus
menghancurkan dinding sel dengan fhenol:chloroform itu sendiri sehingga pada
tabung effendorf terlihat ada pellet yang merupakan serpihan dinding sel
bakteri tersebut sisa dari pendestruksian dinding sel bakteri itu sendiri.
3) Hasil
dari isolasi ini merupakan awal dari prosedure dalam PCR, setelah kita
melakukan isolasi maka hal terpenting lagi adalah melanjutkannya ke proses PCR
sehingga tidak sia-sia apa yang kita isolasikan tersebut.
5.2. Saran
Dari
praktikum ini ada beberapa hal yang perlu disampaikan bahwa sebaiknya Co.
Assisten seharusnya lebih teliti dalam melakukan prosedure-prosedure sehingga
praktikan bisa tahu cara kerja yang benar dan bisa mendapatkan hasil. Agar
semua kegiatan yang kita lakukan dan kita amati dapat membuahkan hasil dan
tidak sia-sia.
Diharapka kepada
praktikan juga harus lebih memperhatikan ketika sedang menyampaikan materi
praktikum dan dapat memahami dengan benar.
ACARA II
PCR (Polymerase Chain Reaction)
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai
PCR (kependekan dari istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction)
merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik
tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam
jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik
lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983
dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena
relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.
Isolasi plasmid
dari bakteri E.coli biasanya disebut dengan istilah Miniprep, kependekan
dari Mini-Preparation. Sesuai dengan istilahnya, pekerjaan ini tidak
banyak memakan waktu dan tidak pula berat untuk dilakukan. Apalagi sekarang
sudah ada Miniprep Kit, yang hanya butuh kurang dari 30 menit untuk miniprep.
Namun kali ini kita coba yang Miniprep manual aja. Alasannya, memakai kit
kadang-kadang bukan yang terbaik, dan miniprep manual merupakan teknik paling
dasar dan murah.
Polymerase chain reaction ("reaksi [be]rantai
polimerase", PCR) merupakan teknik yang sangat berguna dalam membuat
salinan DNA. PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin
(jutaan kali) untuk diperbanyak (sehingga dapat dianalisis), atau dimodifikasi
secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk menambahkan situs
enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu pada DNA. PCR
juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens DNA tertentu dalam
sampel.
PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami
memang berperan dalam perbanyakan DNA pada proses replikasi. Namun demikian,
tidak seperti pada organisme hidup, proses PCR hanya dapat menyalin fragmen
pendek DNA, biasanya sampai dengan 10 kb (kb=kilo base pairs=1.000 pasang
basa). Fragmen tersebut dapat berupa suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari
suatu gen.
Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian
siklus temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga
tahapan. Tahapan yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada
temperatur 94-96 °C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal.
Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60 °C
yang memungkinkan terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara
oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan
oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan
ujung fragmen DNA yang ingin disalin; primer menentukan awal dan akhir daerah
yang hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi
(elongation), yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim
DNA polimerase. Temperatur pada tahap ini bergantung pada jenis DNA polimerase
yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus PCR akan menggandakan jumlah molekul
cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap utas baru yang disintesis akan
berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya.
Elektroforesis merupakan metode yang sudah dipakai oleh
banyak peneliti terutama peneliti yang berkaitan
dengan genetika ataupun molecular. Seiring dengan
kemajuan zaman yang semakin pesat
dinegara-negara berkembang akan selalu diikuti
pula dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang
semakin marak dibidang teknologi. Salah satu
diantaranya adalah pengembangan di bidang Biologi
Molekul. Bidang ilmu pengetahuan Bidang Molekuler ini
telah dimulai pada akhir abad ke 19, setelah metode elektroforesis
ditemukan dan dipakai untuk menganalisa berbagai kegiatan
penelitian di bidang Kimia, Biologi (Genetika,
Taksonomi dan Bio-sistematik).
Metode elektroforesis mulai berkembang akhir abad ke-19
setelah ditemukan penelitian yang menunjukkan adanya penelitian yang
menunjukkan adanya efek dari listrik terhadap partikel-partikel atau
molekul-molekul yang bermuatan listrik, dalam hal ini
termasuk juga protein. Elektroforesis berasal
dari bahasa Yunani yang mempunyai arti
transport atau perpindahan melalui partikelpartikel
listrik. Metodeelekroforesis
telah digunakan dan dikembangkan didalam
teknik analisa untuk penelitian di bidang biologi dan genetika.
Metode tersebut berkembang sangat pesat sekali
di zaman kemajuan teknologi, disebabkan
karena pengerjaannya sangat sederhana dan sangat
mudah. Di dalam ilmu biologi maupun
biologi molekuler, metode elektrorofesis banyak digunakan untuk
taksonomi, sistematik dan genetik dari hewan ataupun tumbuhan.
1.2.Tujuan
dan Kegunaan
1.2.1. Tujuan Praktikum
Adapun
tujuan dari praktikum yaitu :
1)
Untuk
mengetahui taknik dan cara melakukan PCR.
2)
Untuk
memperbanyak DNA yang diinginkan secara in vitro atau di luar sel.
3)
Digunakan
dalam penelitian biologi seperti mengamati penyakit keturunan, identifikasi
sidik jari, kloning DNA dan untuk mengamati kekerabatan antar spesies secara
molekuler.
1.2.2.
Kegunaan
Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum yaitu
:
1) Agar mahasiswa dapat mengetahui apa
itu PCR. Baik dalam pembuatan gel.
2) Mengetahui alat-alat dan metode yang
digunakan dalam PCR, maupun dalam mengetahui proses dalam melakukan PCR.
3) Agar mahasiswa mengetahui cara
memperbanyak DNA dengan alat PCR.
2. BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
PCR adalah suatu reaksi invitro
untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target
tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru
yang berkomplemen dengan molekul DNA target
dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai
primer. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo
yang bersifat semi konservatif. Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang
berfungsi sebagai cetakan yang mengandung DNA-target untuk pembentukan molekul
DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang
primer oligonukleotida. Dua primer oligonukleotida pendek
digunakan untuk mengapit daerah DNA yang
akan direplikasi. PCR merupakan suatu teknik perbanyakan molekul DNA
dengan ukuran tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu
(Muladno 2002).
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga
tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA cetakan, penempelan
(annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer
atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase. PCR adalah
suatu metode yang menggunakan komponen‐komponen replikasi DNA untuk mereplikasi suatu
fragmen DNA yang spesifik di dalam
tabung reaksi. Beberapa komponen yang penting
yang dalam reaksi PCR adalah DNA target, primer,
enzim Taq polymerase, deoksinukleoside
triphosphat (dNTP) dan larutan penyangga (buffer). Molekul
DNA yang targetnya akan dilipatgandakan jumlahnya
dapat berupa untai tunggal atau untai
ganda. Jumlah yang digunakan dalam proses PCR
tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas hasil
PCR, tetapi jumlah dalam ukuran pikogram
sudah cukup (Barnum 2005)
Struktur DNA prokariot berbeda denganstruktur DNA eukariot. DNA prokariot
tidak memiliki protein histon dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot berbentuk linear dan
memiliki protein histon (Klug &Cummings, 1994). Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi
dan presipitasi. Prinsip utama
sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekuldengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga
substansi yang lebih berat akanberada di dasar, sedangkan substansi yang lebih
ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut
dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasidengan kecepatan
yang bervariasi (Kimball, 1992).
Polymerase
chain reaction
merupakan teknik yang sangat berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan sejumlah kecil
sekuens DNA tertentu disalin (jutaan kali) untuk diperbanyak (sehingga dapat
dianalisis), atau dimodifikasi secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat
digunakan untuk menambahkan situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu pada DNA.
PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens DNA tertentu dalam
sampel. PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami memang berperan dalam perbanyakan DNA
pada proses replikasi. (Alberts, B et al 2002).
DNA berkualitas tinggi yang akan
didapat dalam suatu ekstraksi merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi
dalam studi molekuler, terutama dalam penandaan sidik jari DNA. Cetyl Trimethyl
Ammonium Bromide (CTAB) merupakan metode yang umum digunakan dalam ekstraksi
DNA tanaman yang banyak mengandung polisakarida dan senyawa polifenol (JOSE dan
USHA, 2000). Ada tiga langkah utama dalam ekstraksi DNA, yaitu perusakan
dinding sel (lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan
protein, serta pemurnian DNA (SURZYCKI, 2000).
Ekstraksi
DNA memiliki prinsip memisahkan DNA kromosom
atau DNA genom dari komponen-komponen sel lain. Sumber DNA bisa dari tanaman,
kultur mikroorganise, atau sel manusia. Membran sel dilisis dengan menambahkan
detergen untuk membebaskan isinya, kemudian pada ekstrak sel tersebut
ditambahkan protease (yang berfungsi mendegradasi protein) dan RNase (yang
berfungsi untuk mendegradasi RNA), sehingga yang tinggal adalah DNA.
Selanjutnya ekstrak tersebut dipanaskan sampai suhu 90 oC untuk menginaktifasi
enzim yang mendegradasi DNA (DNase). Larutan DNA kemudian di presipitasi dengan
etanol dan bisa dilarutkan lagi dengan air (Alves 2001).
Polymerase
Chain Reaction ( PCR) adalah proses
penggandaan DNA secara in vitro dengan
cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target.
Reaksi PCR dibantu oleh enzim polimerase dan oligonukleotida yang berperan
sebagai primer dan terjadi dalam thermocycler. Primer terbagi dua yaitu primer forward ( primer
yang berada sebelum target ) dan primer reverse (primer yang berada setelah
target). Antar primer terdapat puluhan hingga ribuan nukleotida yang
menandakan panjang target DNA. Selain enzim polimerase, dibutuhkan dNTPs yang
terbagi dATP (nukleotida berbasis Adenin), dCTP (nukleotida berbasis Sitosin)
dan dTTP (nukleotida berbasis Timin) (Muladno 2002).
Elektroforesis
DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat
molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa digunakan antara lain
agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk memisahkan sampel DNA
dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (bp) (Dwidjoseputro
1998).
Molekul
DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui
matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin
rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan
dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen
molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi DNA
selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih
dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain
untuk melihat visualisasi DNA adalah gel direndam di dalam larutan etidium
bromid sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet (Dwidjoseputro 1998).
3. BAB III
MATERI
DAN METODE
3.1.Materi
praktikum
3.1.1. Alat-alat dan Bahan
Praktikum
Adapun alat-alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu :
Alat – Alat
|
Bahan
|
Mesin PCR
|
Air steril (SW)
: 45
|
Elektroforesis
|
10 x buffer TAQ
: 10 µl
|
Transiluminator sinar UV
|
2,5 Mm dNTP mix
: 10 µl
|
Mikrowave
|
10 µM primer foward : 10 µl
|
Sisir gel
|
10 µM primer
reverse : 10 µl
|
Mikro pipet
|
Template
:
10 µl
|
Tabung ependorf
|
Enzim
: 10 µ
|
Gloves (sarung tangan)
|
Agarose
|
Parafilm
|
Biffer TAE
|
Timbangan analatik
|
EtBr ( Ethidium Bromide)
|
Morta
|
|
Sentrifuga
|
|
Incubator
|
|
Tabung Erlenmeyer
|
|
Gelas Ukur
|
|
3.2.Tempat dan Tanggal Praktikum
3.2.1. Tempat Praktikum
Adapun tempat
praktikum Pengantar Bioteknologi dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
3.1.2. Tanggal Praktikum
Adapun tanggal dilaksanakan praktikum Pengantar Bioteknologi ini pada hari Selasa, 10 Desember 2013.
Adapun tanggal dilaksanakan praktikum Pengantar Bioteknologi ini pada hari Selasa, 10 Desember 2013.
3.3.Metode Praktikum
Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
1) Mengambil air steril sebanyak
45 µl dan dimasukkan dalam tabung PCR
2) Menambahkan 10 x buffre TAQ dan
dimasukkan dalam tabung PCR
3) Menambahkan 2,5 mM dNTP mix sebanyak
10 µl
4) Menambahkan 10 µM primer forward
sebanyak 10 µl
5) Menambahkan 10 µM primer
reverse sebanyak 10 µl
6) Menambahkan template 10 µl
7) Menambahkan enzim polimerase
sebanyak 10 µl
8) Setelah itu di mix supaya homogen
dan dimasukkan dalam mesin PCR yang sebelumnya sudah diatur programnya.
9) Hasul PCR tadi dimasukkan dalam
elektroforesis
10) Menambahkan looding late
supaya kelihatan, dan dimasukkan pada masing-masing lubang gel 1 – 4, tunggu
selama 10 meniKemudian diamati di transimlator sinar UV.
4. BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Praktikum
Buram
|
Terang
|
Gambar 4.1. Hasil PCR diatas sinar UV
4.2.Pembahasan
Gambar di atas telah memperlihatkan
kepada kita bahwasannya kenapa ada yang terlihat dan ada yang terlihat agak
buram, itu dikarenakan bahwa menunjukan terdapat bayak materi DNA yang berada
pada posisi tertentu sesuai dengan pasangan basanya atau disingkat dengan pb.
Apabila cahaya yang terang berada pada skala yang kita inginkan mka proses PCR
yang kita lakukan berhasil.
Optimasi PCR perlu dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil PCR yang optimal. Secara umum optimasi proses
PCR dapat dilakukan dengan cara memvariasikan kondisi yang digunakan pada
proses PCR tersebut. Optimasi kondisi berkaitan erat dengan faktor-faktor
seperti jenis polimerase DNA, suhu, konsentrasi, PCR bufer, dan waktu.
Pemilihan suhu pada proses PCR sangat penting karena suhu merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan suatu PCR.
Dalam hal ini suhu berkaitan dengan
proses denaturasi DNA templat, annealing dan elongasi primer. Suhu tergantung
pada panjang DNA templat yang digunakan dan juga pada panjang fragmen DNA
target. Suhu denaturasi yang terlalu tinggi akan menurunkan aktivitas
polimerase DNA yang akan berdampak pada efisiensi PCR. Selain itu juga dapat
merusak DNA templat, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan
proses denaturasi DNA templat tidak sempurna. Pemilihan waktu yang digunakan
berkaitan dengan proses denaturasi DNA templat, annealing dan elongasi primer.
Denaturasi DNA templat umumnya dilakukan selama 30 – 90 detik, ini semua
tergantung pada DNA templat yang digunakan.
Waktu denaturasi yang terlalu lama akan
merusak templat DNA dan sekaligus dapat menurunkan aktivitas polimerase DNA. Sedangkan
waktu denaturasi yang terlalu pendek dapat menyebabkan proses denaturasi tidak
sempurna. Penentuan waktu untuk proses annealing berkaitan dengan panjang
primer. Untuk panjang primer lebih besar dari 22 basa diperlukan waktu
annealing 60 detik, sedangkan untuk panjang primer 18 – 22 basa cukup dengan 30
detik. Pemilihan waktu elongasi primer tergantung pada panjang fragmen DNA yang
akan diamplifikasi. Secara umum untuk mengamplifikasi setiap satu kilo basa DNA
diperlukan waktu 30 – 60 detik (Handoyo & Ari 2001: 26-28).
Enzim DNA polymerase yang digunakan pada saat proses perbanyakan DNA berasal dari Thermus aquaticus. Hal tersebut disebabkan karena bakteri tersebut bersifat termostabil sehingga enzim tidak mudah terdenaturasi pada proses PCR yang berlangsung pada suhu tinggi (Agustian 2008: 10).
Enzim DNA polymerase yang digunakan pada saat proses perbanyakan DNA berasal dari Thermus aquaticus. Hal tersebut disebabkan karena bakteri tersebut bersifat termostabil sehingga enzim tidak mudah terdenaturasi pada proses PCR yang berlangsung pada suhu tinggi (Agustian 2008: 10).
Cara membuat reaction mixture yang
pertama harus dilakukan ialah mengetahui komposisi atau komponen yang
diperlukan dalam membuat campuran serta menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan. Selanjutnya, dengan menggunakan mikropipet dan tips, dimasukkan 14
µl ddH2O steril kedalam tabung PCR. Lalu, dimasukkan larutan bufer sebanyak 4
µl. Setelah itu ditambahkan dengan dNTP sebanyak 0,4 µl. Kemudian dicampurkan
dengan primer forward dan primer reverse masing – masing sebanyak 0,3 µl.
Dimasukkan larutan enzim DNA polymerase sebanyak 1 µl. Total reaction
mixture yaitu 20 µl, karena belum dimasukkan dengan sampel DNA template.
Setelah dimasukkan dengan DNA template sebanyak 5 µl, total larutan reaction
mixture menjadi 25 µl (Abinawanto dkk. 2011: 49).
Metode PCR menggunakan mesin Thermal
cycler Perkin Elmer 9600 untuk memperbanyak DNA. Pada dasarnya mesin tersebut
bekerja sesuai dengan prinsip mesin thermal cycler yaitu dapat menaikkan suhu
pada saat denaturasi dan polimerisasi serta menurunkan suhu pada tahap
annealing sesuai dengan urutan waktu yang ditentukan.
Pengaturan waktu dan suhu siklus PCR
dilakukan melaui pemograman tertentu. Tombol-tombol yang terdapat dalam mesin
mengindikasikan perintah tertentu. Tombol program tersebut meliputi HOLD, CYCL,
AUTO, dan METH. CYCL mengandung thermal ramps dan hold segments untuk siklus
PCR, biasanya berisi dua atau tiga setpoints. HOLD untuk memprogram siklus
akhir. METH dapat menggabungkan antar siklus. Program AUTO memungkinkan untuk
menaikkan atau menurunkan jumlah setpoints waktu dan suhu setiap siklus.
Amplifikasi DNA menggunakan mesin Thermal cycler Perkin Elmer 9600 yang pertama
ialah dengan memprogram CYCL lalu menentukan tiga setpoints yang terdiri dari
tahap denaturasi, annealing, dan polimerisasi lalu tentukan jumlah siklus.
Kemudian diatur program HOLD satu sampai tiga. Setelah itu, gabungkan siklus
dengan menekan tombol METH. Terakhir tekan tombol run untuk menjalankan siklus
secara keseluruhan (Labequip 2006: 1).
Kondisi siklus reaksi yang digunakan
dalam praktikum bergantung pada setiap tahap yang meliputi denaturasi,
annealing, dan polimerisasi. Pada tahap denaturasi diatur dengan suhu sebesar
94oC selama 30 detik. Denaturasi berfungsi untuk menguraikan untai ganda DNA
menjadi untai tunggal. Tahap annealing (penempelan primer) berlangsung selama
30 detik pada suhu 55oC. Tahap elongasi atau polimerisasi DNA berlangsung pada
suhu 72oC karena suhu tersebut merupakan suhu optimum polimerase DNA yang biasa
digunakan untuk proses PCR. Polimerisasi terjadi selama 30 detik.
Hasil dari tugas membuat diagram atau
gambar perbanyakan DNA hingga siklus ke-5 didapatkan total jumlah untai DNA
sebanyak 32 buah. Hal tersebut sesuai dengan rumus 2n, (25 = 32). Diagram
siklus PCR dimulai dari satu rantai DNA yang akan diperbanyak, kemudian DNA
tersebut mengalami denaturasi pada suhu 95oC sehingga menjadi untai tunggal.
Selanjutnya DNA untai tunggal tersebut mulai dipasangkan dengan basa
komplementernya pada tahap annealing. Pada tahap tersebut terdapat dua jenis
primer yang bekerja, yaitu primer reverse yang melakukan penempelan dari ujung
3’ ke 5’ serta primer forward yang melakukan penempelan dari ujung 5’ ke 3’.
Tahap terakhir ialah polimerisasi atau elongasi, yaitu pemanjangan untai DNA
sehingga membentuk untai ganda DNA yang baru. Pada siklus ke-1 dihasilkan
dua untai ganda DNA yang baru. Tahapan siklus PCR untuk siklus ke-2 hingga
siklus ke-5 pada prinsipnya sama dengan siklus ke-1. Perbedaannya hanya pada
jumlah untai DNA yang dihasilkan. Tahap siklus ke-2 menghasilkan empat untai
DNA, siklus ke-3 menghasilkan delapan untai DNA, siklus ke-4 menghasilkan 16
untai DNA, dan yang terakhir siklus ke-5 menghasilkan 32 untai DNA.
5. BAB V
PENUTUP
5.3. Simpulan
Dari
praktikum pengantar bioteknologi PCR ini antara lain yaitu :
1) Dari hasil praktikum ini kita bisa mengamati
hasil dari isolasi plasmid dalam proses PCR setelah kita mengamati pada sinar
UV dan bisa mengetahui bp (Base pare) atau pb (Pasangan basa) dari DNA yang
kita isolasi dan kita PCR kan.
2) Dari
proses ini memiliki tahap yaitu setelah kita isolasi plasmidnya keudian kita
lakuka PCR dan kita melakukan elektroforesis untuk bisa kemudian diamati pada
UV sehingga bisa kita simpulkan hsilnya.
3) Ketelitian
merupakan prosedur yang tepat sehingga bisa menghasilkan dari kegiatan PCR ini.
4) DNA
memilki pasangan-pasangan basa yang meiliki muatan yang berbeda-beda sehingga
dalam proses PCR ini bisa kita melihat DNA yang kita amati memiliki pb yang
berbeda-beda.
5.4. Saran
Dari praktikum ini ada
beberapa hal yang perlu disampaikan bahwa sebaiknya Co. Assisten seharusnya
lebih teliti dalam melakukan prosedure-prosedure sehingga praktikan bisa tahu
cara kerja yang benar dan bisa mendapatkan hasil. Agar semua kegiatan yang kita
lakukan dan kita amati dapat membuahkan hasil dan tidak sia-sia dan diharapkan
dalam penyampaian tidak usah tergesa-gesa.
Diharapka kepada
praktikan juga harus lebih memperhatikan ketika sedang menyampaikan materi
praktikum dan dapat memahami dengan benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Alves MJ Coelo
.2001.Mithocondrial DNA Variation in the highly endangered cypinid
fish anaecypris hispanica : Inportance for conversation.
Nature. COM NEWS@ NATURE. COM NATUREJOBS ATURREVENTS ABOUT NPG H.
Barnum, Susan R. 2005. Biotechnology an
Introduction, 2nd edition. USA : Thomson Brooks/Cole.
Bartfai R Egedi
.2003. Genetic Analysis of Two Common Carp Broodcast by RAPD and
Microsattelite Markes. Aquaculture. 219 (2003) (halaman : 157 -167).
Brodgen . 2000. Pathogenesis
and Infections Deseases. Washington DC . (halaman : 286).
Campbell N.A. 2002. Biologi
Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Giri-Rahman EA .
2004. Regulasi Ekspresi Gen Pada Organisme Bakteri. Bandung : KPP
Bioteknologi Bandung.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika.
Bogor : Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation.
Suharsono dan Widyastuti, Utut. 2006. Pelatihan
Singkat Teknik Dasar Pengklonan Gen. Bogor : IPB Press.
SURZYCKI, S. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology.
Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, New York.
Susanti Sri . 2003.
Pengertian DNA dan Karateristiknya : Kamus Biologi . Jakarta : PT
Gramedia Utama.
Syafaruddin. 2010. OPTIMASI
TEKNIK ISOLASI DAN PURIFIKASI DNA YANG EFISIEN DAN EFEKTIF PADA KEMIRI SUNAN
(Reutalis trisperma (Blanco) Airy Shaw).
L
A
M
P
I
R
A
N
Peralatan Isolasi
DNA
|
Vortex
|
Sentrifuge
|
Hasil Isolasi DNA
terdapat prenatan dan Pellet
|
Mesin PCR
|
Skala pasangan
Basa
|
Proses Pencampuran Bahan Saat isolasi DNA
|
Proses
Sentrifugasi
|
Transluminator
Sinar UV
|